Usman Awang
Ogos 21, 2007
width="150" height="100">
PAHLAWAN
jika hilangmu tanpa pusara
jika pusaramu tanpa nama
jika namamu tanpa bunga
penjajah mengatakan engkau derhaka
maka engkaulah pahlawan yang sebenarnya
Gema seabad silam
Inggeris datang meredah Pahang
bersama peluru bersama senapang
membunuh menangkap setiap pejuang
Sungai Semantan berubah merah
bukan sarap hilir ke kuala
bukan rakit mudik ke hulu
arus merahnya menjulang mayat
pahlawan bangsa pahlawan rakyat
tujuh liang dadanya tersayat
Pahlawan!
Untukmu derita untukmu penjara
bukan bintang tersemat di dada
semangatmu api negara berdaulat
namamu terukir di jantung rakyat.
~ Usman Awang
(Dalam Puisi-puisi Pilihan, DBP)

Dikirim oleh Haniey
Bahawasanya air mata
tiadalah ia memilih tempat untuk jatuh…
tidak pula memilih waktu untuk menitis…
Air mata adalah kepunyaan bersyarikat…
dipunyai oleh orang-orang melarat yang tinggal
di dangau-dangau yang buruk oleh tukang sabit yang masuk
ke padang yang luas dan ke tebing yang curam,
dan juga oleh penghuni-penghuni gedung-gedung yang permai
dan istana-istana yang indah.
Bahkan di situ lebih banyak orang menelan ratap dan memulas tangis.
Luka di jiwa yang mereka hidapkan, dilingkung oleh tembok dinding
yang tebal dan tinggi, sehingga yang kelihatan
oleh orang luar atau yang mereka ketahui hanya
senyuman saja,
padahal senyum itu penuh dengan kepahitan
~ Usman Awang
Uda dan dara
Bersumpah keramat cinta
Wajah seri terukir
Berbiduk hilir kasih
Uda dan dara
Bersanding tak berpelamin
Tempat yang berwali
Di laut malam saksi
Daraku nantikan abang
Emas ringgit membakar kita
Uda hamba tunggu angin lalu
Uda dan dara
Bersanding di pusara
Nisan yang bersabda
Keramat kisah cinta
~ Usman Awang
“Berat kupikul sakit kutanggung, ibu, tetapi Dara hanyalah satu tak dapat ditukar ganti, tak dapat dijual beli. Jika begini penanggunganku kerana Dara, maka relalah hamba menerimanya.”
I
MEREKA memisahkan kita
pasport visa wilayah segala tempoh nama
mereka merompak kita dengan undang-undangnya
peluru dikirimkan dalam bungkusan dollarnya
kita dipaksa memilih salah satu
dan kita mesti memilihnya
tiada jalan lain
II
Telah saudara pilih senapang dan peluru
banyak pemimpin memilih dollarnya
untuk ini saudara membasahi baju
rumput-merah sungai-merah
tangis anak-anak
darah rakyat tertindas
III
Saudara memerah kaktus melumat batu
menjadikannya minuman makanan
gadis-gadis bekerja debu pasir dandanannya
anak-anak kecil menyandang senapang
saudara menghitamkan langit menyelubungi
saluran minyak
setengahnya menyanyi di penjara
untuk pembebasan Palestin
IV
Kami bertatih di sawah semakin kering
petani-petani mulai menebang hutan dara
permulaan kecil pada ketenangan segumpul awam
ketenangan yang di belakangnya memangkas kami
yang sedikit ini sedang belajar
dari tiap pengalaman saudara
dan pengalaman sendiri
kami memampatkan gerhana bulan mei
pada tujuan tempat
nusantara ini
V
Salam
tanpa visa
pasport
golf
warna
kemanusiaan rakyat
seluruh benua
Usman Awang
1970
English Translation:
Greetings to the Continent
I
They separate us
the passports visas frontiers all names for barriers
they rob us with their laws
sending bullets wrapped in dollars
forcing us to choose
and choose we must
there is no other way
II
Friend, you have chosen guns and bullets
many leaders prefer their dollars
for this you must soak your clothes
red grass, red river
children’s weeping
the blood of the exploited
III
You squeeze cactus and grind stones
to make food and drink
girls toil decorated in dust
little children sling on their weapons
you darken the sky with exploding pipelines
others sing in prisons
for the freedom of Palestine
IV
We strive in drying rice fields
daring peasants have begun to clear the virgin jungle
small beginnings in a cloudlike calmness
a calmness that nips us in the bud
we the few are still learning
from all your experiences,
and our own
we shall consolidate the May eclipse
at the true target
of this archipelago
V
Greetings
without visa
passport
golf
colour
to humanity, people,
of all continents.
Usman Awang
1970
(Translated by Muhammed Hj Salleh)
Biar dia telah pergi
Atau gugur ke persada ibu
Yang…takkan kembali
Meninggalkan bakti dan jasa
Dia hanya seorang mata-mata
Atau perajurit yang berbakti
Meninggal bingkisan jasa
Pada bangsa dan ibu pertiwi
Dia gugur di medan perjuangan
Di tengah-tengah hutan belantara
Atas kuburnya ditabur kembangan
Disiram dengan air mata
Kekasih yang menuggu dia
Putus cinta…bisikan jiwa
Usman Awang
1984
(Surat Buat Khrushchev dan Eisenhower dalam Pertemuan)
Siapa pun juga kita, merah atau apa warna,
Dan di mana juga berada, mengenal bahagia neraka.
Tuan bisa mengeti kerana dunia kepunyaan bersama.
Di antara kita dan dunia yang mesti hidup,
Ada dua manusia dalam satu denyut,
Kuasa yang besar padanya segala terpaut.
Keliling kita udara pecahan atom,
Kilang-kilang kawah api bukan untuk senyum;
Ke mana berlindung bila muntah suaranya meraung?
O dengarlah harapan yang banyak ditumpahkan,
Suara cinta-damai tebang bersayap membumbung.
Jadikanlah senapang itu kecapi dan gitar
Petiklah, bukan candit bedit yang pelurunya bergegar.
Gantilah bom-bom itu dengan bola mainan anak-anak,
Panggillah pemuda dan gadis-gadis menari
Di tangan mereka bunga-bunga warna-warni
Dunia yang senyum bakal kita miliki.
Usman Awang
1959
I
Punya satu isteri mau dakap sampai mati,
Lima anak mau makan setiap hari,
Teratak tua digayuti cerita pusaka,
Sebidang tanah tandus untuk huma.
Kulit tangan tegang berbelulang,
Biasa keluarkan peluh berapa saja,
O Pak Utih, petani yang berjasa.
Tapi malaria senang menjenguk mereka,
Meski dalam sembahyang doa berjuta,
Dan Mak Utih bisa panggil dukun kampung,
Lalu jampi matera serapah berulang-ulang.
Betapa Pak Dukun dan bekalan pulang,
Wang dan ayam dara diikat bersilang.
II
Di kota pemimpin berteriak-teriak,
Pilihanraya dan kemerdekaan rakyat,
Seribu kemakmuran dalam negara berdaulat,
Jambatan mas kemakmuran sampai ke akhirat.
Ketika kemenangan bersinar gemilang,
Pemimpin atas mobil maju ke depan, dadanya terbuka,
Ah, rakyat tercinta melambaikan tangan mereka.
Di mana-mana jamuan dan pesta makan,
Ayam panggang yang enak di depan,
Datang dari desa yang dijanjikan kemakmuran.
Pak Utih masih menanti dengan doa,
Bapak-bapak pergi ke mana di mobil besar?
Usman Awang
1954
English Translation
Father Utih
I
He has one wife – whom he embraces until death
five children who want to eat everyday
an old hut where an inherited tale is hanging
a piece of barren land to cultivate.
The skin of his hands is taut and calloused
accustomed to any amount of sweat
O Father Utih, the worthy peasant.
But malaria comes hunting them
even though he offers a million prayers
and Mother Utih calls the village medicine man
for magic formulas, curses repeatedly chanted.
The medicine man with his reward goes home
with money and a pullet tied together.
II
In towns the leaders keep shouting
of elections and the people’s freedom
of thousand-fold prosperity in a sovereign state
a golden bridge of prosperity into the world hereafter.
When victory brightly shines
the leaders in cars move forward,
their chests thrust forward
O! the beloved subjects wave their hands.
Everywhere there are banquets and festivities
delicious roast chicken is served
chicken from the village promised prosperity.
Father Utih still waits in prayer
where are the leaders going in their limousines?
Usman Awang
1954
(Translated by Adibah Amin)
Ladang kita air mengalir di segala liku
tanaman subur menghijau dan rumput-rumput baldu
ia datang matanya bintang suaranya lagu
membawa khabar mesra salam dari ibu
Kucintai tanah ini kerana kami di sini
rumah kecil tapi telah didirikan oleh lelaki
teguh dan keramat seperti gunung besi
ladang tercinta, kubenam hati di sini
Tumbuh segala kasih berbuah berbunga
ladang comel sekarang milik kita bersama
akan lahir manusia baru sudah bernama
setia, putera kasih mewarisi mahkota cinta!
Usman Awang
1966
( Dipetik dari Antologi Puisi Bintang Mengerdip, DBP )